Jumat, 30 Januari 2009

Aborsi adalah hak?

Aborsi adalah hak


Mengutip pernyataan presiden Amerika terpilih, yaitu Barrack Obama, bahwa aborsi itu adalah suatu hak, timbul satu pertanyaan dalam benak saya, apakah aborsi itu suatu hak asasi individu? Mungin iya, mungkin tidak.

Terus terang, saya bukanlah seorang yang ahli dalam mendefinisikan makna sebenarnya dari “hak” itu sendiri, tetapi saya bisa memahami makna yang dimaksud dari “hak” tersebut. Ketika saya smp, saya pernah diajarkan definisi dari hak tersebut, dan setahu saya kita tidak bisa memaksakan hak kita bila nantinya akan merugikan kepentingan orang lain. Disinilah permasalahannya timbul.

Ketika seorang ibu atau calon ibu memutuskan untuk melakukan aborsi atau tidak, itu memang merupakan hak dari ibu tersebut. Tapi apakah kita hanya memandang dari sisi ibu saja?. Bagaimana dengan hak dari bayi itu sendiri?. Bukankah dia berhak untuk hidup, untuk bernafas, untuk melihat indahnya dunia. Apa dasar yang membuat kita bisa memutuskan bahwa bayi yang satu layak hidup dan yang lain tidak?. Apakah memang kita yang “membuat” bayi tersebut? Sehingga membuat kita merasa berhak dan bisa untuk menolak hasil karya kita sendiri. Kita memang menyumbang sperma dan ovum yang memungkinkan terbentuknya zigot. Bayi itu memang hidup dalam rahim kita. Tapi apakah kita memang sanggup untuk menciptakan sendiri kedua bola mata yang lucu, tangan-tangan yang mungil, atau bibir-bibir yang merah?. Lalu apakah proses yang terjadi dalam tubuhmu hingga terbentuk suatu fetus yang kemudian akan berkembang menjadi janin memang merupakan proses yang bisa kamu kendalikan? Lantas siapa yang membuat tubuhmu sendiri?. Dari sini kita bisa simpulkan bahwa bukan kita yang menciptakan bayi tersebut, tetapi ada suatu kekuatan luar biasa yang menciptakannya menghendaki bayi tersebut dilahirkan kedunia. Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang tidak berguna, yang patut kita “hancurkan” sebelum hal itu tercipta. Beliau menciptakan matahari bukan untuk memanaskan bumi. Bukan pula membuat hujan untuk menciptakan banjir. Tapi kita sendirilah yang membuat ciptaannya seolah-olah merupakan bencana. Apakah efek rumah kaca itu buatan Tuhan?. Apakah pemanasan global juga buatan Tuhan?. Apakah banjir maupun tanah longsor buatan Tuhan?.

Back to topic again, bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan bayi tersebut untuk membebani seseorang. Apakah bayi tersebut bisa lahir tanpa ada hubungan seksual antara pria dan wanita?. Lantas mengapa kalian berhubungan kalau memang kalian bukanlah suami istri, atau kalau memang suami-istri namun dengan alasan kondisi sosial ekonomi yang tidak memungkinkan, mengapa kalian tidak memanfaatkan alat kontrasepsi?. Bayi-bayi tersebut tidak meminta untuk dilahirkan, tapi mereka sendirilah yang membuat hal itu terjadi. Tuhan tidak pernah menciptakan seseorang yang kelak dipersiapkan untuk menjadi penjahat atau koruptor. Tapi lingkungan yang membentuk itu semua, dan kita sebagai orang tua juga berperan besar untuk menentukan apakah kelak anak ini akan menjadi apa.

Tapi itulah manusia, berbuat, tapi tidak mau bertanggungjawab. Mereka sendirilah yang membuat keadaan menjadi bertambah buruk. Ingatlah, banyak juga pasangan yang menangis setiap hari, bahkan sampai beribadah tengah malam hanya untuk memohon hadirnya buah hati mereka yang lucu, mungil, dan kelak akan berguna bagi bangsa dan negaranya maupun keluarganya sendiri.

Oh Tuhan, semoga aku tidak pernah dihadapkan pada keadaan dimana saya terpaksa harus melakukan aborsi. Aborsi dilegalkan untuk kepentingan medis, dimana proses persalinan tersebut akan mengancam nyawa dari sang ibu. Namun buat saya, itu tetap saja mengakhiri hidup seseorang, entah itu legal ataupun illegal!!. Saya tidak punya kuasa untuk menentukan bahwa bayi ini layak hidup atau tidak. Tuhan, sekali lagi saya mohon, tolonglah, jangan ciptakan keadaan itu buat saya………….

Tidak ada komentar: