Ini merupakan penyakit lain yang sering muncul dimusim hujan, selain tentunya demam berdarah dengue. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang terutama menyerang tikus. Selain tikus, berbagai jenis hewan lain yang juga dapat terjangkit dan menjadi reservoir, seperti anjing, ikan, dan burung.
Leptospirosis terutama di dapatkan di daerah tropik, lingkungan yang berair, adanya binatang liar / domestik, serta erat kaitannya dengan pekerjaan sebagai petani, petugas kebersihan, maupun militer. Kondisi lingkungan berair, temperatur yang hangat, serta hujan sangat baik untuk penyebaran leptospira. Epidemi dapat terjadi akibat paparan leptospira yang ikut aliran banjir.
BATASAN
Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman leptospira pathogen, dengan manifestasi penyakit dari tanpa gejala sampai berupa penyakit yang fatal.
Sebenarnya terdapat 2 spesies leptospira :
- L. interrogans (Patogen untuk manusia dan hewan)
- L. biflexa (terdapat bebas di alam)
PATOGENESIS
Transmisi terjadi akibat kontak langsung dengan urine, darah, atau jaringan binatang yang terinfeksi. Leptospira masuk ke tubuh melalui luka (lesi kulit), atau melalui mukosa utuh pada konjungtiva, epithel genital (alat kelamin), maupun saluran pencernaan (mis. melalui minuman). Setelah masuk ke tubuh, leptospira beredar ke berbagai organ (Leptospiremia), lalu mengadakan multiplikasi di darah dan jaringan. Kemudian leptospira menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah kecil, lalu terjadi vaskulitis yang di ikuti dengan kebocoran dan ekstravasasi, dan berakhir dengan perdarahan.
Vaskulitis menjadi penyebab utama manifestasi penyakit pada berbagai organ. Kelainan terutama di jumpai pada ginjal dan hati, namun organ lain juga dapat terkena. Di ginjal leptospira bermigrasi ke jaringan interstitial, tubulus dan menyebabkan nefritis interstitial (peradangan jaringan ginjal) dan nekrosis tubuler (kematian jaringan tubulus). Gagal ginjal akut dapat timbul akibat dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler (prerenal), maupun akibat nefritis interstitial (renal). Fungsi dan integritas anatomik glomerulus masih baik.
Di hati, terjadi nekrosis sentilobuler. Infiltrasi pada otot menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi, dan nekrosis fokal myofibril.
GEJALA KLINIS
Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Masa inkubasi berlangsung selama 7-12 hari, disusul fase leptospiremia selama 4-7 hari. Pada fase ini dijumpai gejala mirip flu (Flu Like Syndrome) berupa demam, menggigil, sakit kepala hebat, mual, muntah, nyeri otot (terutama betis, pinggang, atau punggung belakang). Kadang-kadang nyeri tenggorokan dan terdapat gejala paru berupa batuk, nyeri dada, maupun hemoptisis (batuk darah). Kemudian setelah fase ini, pasien masuk kedalam fase bebas / asimptomatik (gejala hilang) selama 2 hari. Lalu kemudian gejala akan muncul kembali, dan penderita masuk ke dalam fase imun, dimana telah timbul antibody, dan leptospira tidak ada di darah tetapi ada di ginjal, urine, dan aqueous humor. Fase ini biasanya berlangsung selama 4-30 hari, dimana gejalanya mirip fase awal, namun biasanya demam tidak setinggi fase awal, juga nyeri otot tak seberat fase pertama.
Pada fase ini dapat dijumpai meningitis, uveitis, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta kelainan di paru-paru.
Terdapat varian leptospirosis yang lebih berat, yang biasanya disebut Weil Syndrome. Gejalanya adalah leptospirosis ditambah ikterus (mata kuning), perdarahan, gangguan jantung, paru, dan neurologik, serta mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Penyebabnya adalah infeksi leptospira serovarian icterohemoragika / copenhagoni. Pada permulaan, penyakit berjalan seperti biasa, namun setelah 4-9 hari timbul ikterus, disfungsi hati dan ginjal, ikterus berwarna kemerahan (rubinic jaundice) dan memberi warna oranye pada kulit, kencing warna gelap, hepatomegali (pembesaran hati), peningkatan bilirubin dan alkali fosfatase, serta peningkatan ringan SGOT dan SGPT. Gangguan fungsi ginjal biasanya berlangsung pada minggu kedua, yang timbul sebagian akibat hipovolemia, dan penurunan perfusi ginjal yang kadang-kadang sampai memerlukan dialisis (cuci darah). Namun bila penyebab sudah teratasi, fungsi ginjal dapat pulih kembali.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, paling sering ditemukan adalah demam, sufusi konjungtiva, dan nyeri otot (terutama betis). Kadang-kadang dijumpai pula tenggorokan merah, limfadenopati, ruam kulit, hepato-splenomegali, maupun urtika.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat dijumpai peningkatan laju endap darah, leukositosis, dan kadang terdapat anemia ringan. Pemeriksaan lebih lanjut dapat dijumpai adanya trombositopenia. Pada pemeriksaan fungsi hepar, dapat ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, maupun kadar bilirubin yang bervariasi. Sementara pada pemeriksaan fungsi ginjal terdapat peningkatan BUN, kreatinin serum, dan uric acid. Pemeriksaan elektrolit menunjukkan peningkatan kadar kalium dan fosfat. Selain itu didapatkan juga peningkatan kreatinin fosfokinase, yang membedakan dengan hepatitis virus.
Pada pemeriksaan urine, ditemukan kelainan sedimen (eritrosit, leukosit, granular cast), hemoglobinuria, hyalin cast dan proteinuria ringan.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada kasus-kasus berat, kadang perlu dilakukan foto dada untuk mencari adanya tanda-tanda effusi pleura maupun edema paru.
DIAGNOSIS
Leptospirosis memberi gejala yang kurang lebih kharakteristik, yaitu demam tinggi, nyeri otot, mata merah, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan tanda-tanda perdarahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
Isolasi leptospira dari spesimen klinik (darah, urine, cairan serebrospinal)
Leptospira dapat diisolasi dari darah dan atau cairan serebrospinalis dalam 10 hari pertama, dan dari urine, beberapa minggu sejak 1 minggu permulaan penyakit.
Uji serologis
serokonversi atau kenaikan titer antibody 4 kali, pada pemeriksaan Microscopic Agglutination Test (MAT). Antibodi biasanya baru terdeteksi pada minggu kedua sakit. Pemeriksaan lain adalah dengan tekhnik ELIZA dan Indirrect Hemagglutination Test.
Untuk menemukan leptospira, dapat dilakukan pemeriksaan dengan dark field microscop dari bahan darah, atau urine. Namun pemeriksaan ini sering menyebabkan misdiagnosis dan tidak dianjurkan.
PENGOBATAN
Leptospirosis perlu diobati sedini mungkin. Untuk pengobatan leptospirosis dibedakan atas derajat berat-ringannya penyakit, karena itu perlu bagi setiap orang untuk menjalani pengobatan di RS. Tindakan khusus diperlukan bila ada gagal ginjal atau gagal napas. Pengobatan simptomatis ditujukan untuk demam dan nyeri.
Dialisis perlu dipertimbangkan bila dijumpai salah satu keadaan sbb :
- Hiperkalemia yang intractable (K > 6,5 mmol/L)
- Asidosis yang sulit dikoreksi
- Edema paru
- Ensefalopati uremik
- Pericarditis uremik
- Oliguria (produksi urine <> 100 mg/dl).
PENCEGAHAN
- Perlu penyebarluasan informasi kemungkinan terpaparnya leptospira pada pekerjaan atau rekreasi.
- Pengendalian rhodent (tikus)
- Vaksinasi hewan
PROGNOSIS
Pada umumnya baik. Kematian memang tinggi pada pasien berusia tua dan bila muncul sindroma weil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar