Rabu, 25 Februari 2009

Penyimpangan Sexual

Anda mungkin sering mendengar istilah-istilah tentang penyimpangan sexual seperti pedofilia, sado-masokist, exhibisionisme, dsb, dan terkadang anda sendiri tidak mengerti apa makna dari istilah-istilah tersebut. Untuk itu, saya mencoba menambah wawasan anda memahami istilah-istilah yang sebelumnya terdengar asing bagi anda.

Fetishisme
Keadaan dimana seseorang memperoleh kepuasan sexual dengan memakai sebuah benda sebagai pengganti objek sexual, misalnya sepatu, pakaian dalam, kaos kaki, atau rambut.

Pedofilia
Suatu keadaan diman seseorang yang mencapai kepuasan sexual dengan memakai anak kecil sebagai objek (biasanya anak < 13 tahun dan minimal 5 tahun lebih tua dari korban).

Transvestitisme / Transvestisme
Keadaan seseorang yang mencari pemuasan sexual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seseorang dari jenis kelamin yang berlainan.

Exhibisionisme
Keadaan dimana untuk mencapai kepuasan sexual dengan memperlihatkan alat kelaminnya di depan umum.

Voyeurisme / Skopofilia
Keadaan dimana seseorang harus mengamati tindakan sexual orang lain untuk memperoleh rangsangan atau pemuasan sexual.

Sadisme dan Masokhisme
Sadisme adalah keadaan untuk mencapai rangsangan atau pemuasan sexual dengan cara menyakiti (baik fisik maupun psikologik) objek sexualnya, sementara bila seseorang memperoleh kepuasan sexual dengan disakiti oleh objek sexualnya disebut masokhisme.
Seorang sadist yang kemudian menjadi masokhist disebut sado-masokhist.

Transexualisme
Suatu keadaan dimana seseorang menolak jenis kelamin badaniahnya, tidak perduli ia dibesarkan sebagai pria atau wanita. Dapat dikatakan bahwa jenis kelamin fisiknya dan jenis kelamin psikologiknya bertentangan.

Bestialitas
Memperoleh kepuasan sexual melalui berhubungan intim dengan binatang.

Nekrofilia
Memperoleh kepuasan sexual melalui berhubungan intim dengan mayat.

Froterisme / Friksionisme
Memperoleh kepuasan sexual dengan menggosokkan penis pada pantat atau badan wanita yang berpakaian, di tempat yang penuh sesak manusia untuk mencapai orgasme.

Koprofilia
Pemuasan sexual dengan cara dihajati / diberaki (BAB) atau menghajati partner sexualnya, atau dengan memakan kotoran / tinja.

Urolagnia
Pemuasan sexual dengan urine atau air kencing.

Oral Sex
Kunilingus : kontak mulut / lidah dengan alat kelamin wanita.
Felasio : kontak mulut dengan penis.
Analingus : kontak mulut dengan anus

Mungkin begitu membaca ini akan muncul perasaan jijik dalam diri anda, tapi saya memandang dari sudut pandang yang berbeda, dan menganggap bahwa orang-orang ini adalah manusia yang membutuhkan bantuan, tidak ada perbedaan dari pasien-pasien lainnya, dan sudah sepatutnya saya sebagai tenaga kesehatan berupaya semaksimal mungkin untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan ini, walaupun sebenarnya masih ada pihak-pihak yang lebih berkompeten untuk menangani lebih lanjut.



MENGENAL GONORRHOE, SI PENYAKIT YANG KEJAM

Gonorrhoe atau biasa disebut GO adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. Gonorrhoe termasuk salah satu dari kelompok Penyakit Menular Seksual (PMS). Penyakit ini sebenarnya merupakan penyakit yang mudah dikenali, didiagnosa, diobati, dan jarang sekali berakhir dengan kematian. Loh, lantas mengapa dikatakan penyakit yang kejam ??

Mungkin selama ini anda hanya mengenal bahwa gonorrhoe hanya menginfeksi pria, tetapi sebenarnya gonorrhoe juga bisa terjadi pada wanita dan bahkan pada bayi yang baru lahir. Inilah alasan mengapa saya katakan sebagai penyakit yang kejam. Apa salah seorang bayi yang baru lahir ke dunia sehingga dia harus menderita penyakit ini ?

Bayi terinfeksi penyakit ini ketika proses persalinan, dimana bayi mengalami kontak langsung dengan jalan lahir ibu yang telah terinfeksi gonorrhoe, dan kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan ibu, karena pada wanita penyakit ini cenderung tak bergejala atau hanya bergejala ringan, sehingga ibu sendiri pun tidak menyadari menderita penyakit ini.

Pada bayi, penyakit ini mengenai konjungtiva, dan disebut sebagai Gonoblenorrhoe. Sementara pada wanita, penyakit ini mengenai leher rahim dan disebut sebagai Cervicitis gonorrhoe.


Gonoblenorrhoe

Penyakit ini diawali dengan kontak langsung antara konjungtiva dengan jalan lahir ibu yang terinfeksi, lalu beberapa jam kemudian sekret (kotoran) mata seperti nanah yang kadang-kadang bercampur darah, serta mata merah dan bengkak.

Tenaga kesehatan biasanya menyadari bahwa sibayi terjangkit penyakit ini karena melihat bayi yang kesulitan membuka matanya karena sekret yang menumpuk. Sehingga biasanya tenaga kesehatan akan langsung mengambil contoh kerokan sekret dikonjungtiva lalu kemudian memeriksakan hasil kerokan tersebut ke laboratorium.

Di laboratorium, hasil kerokan tersebut dicat dengan pengecatan gram dan diperiksa dibawah mikroskop. Bila memang positif, dapat kita temukan kuman-kuman kokus gram negatif yang berpasang-pasangan seperti biji kopi yang tersebar didalam maupun diluar sel. Inilah yang dinamakan kuman Neisseria gonorrhoeae.

Nah, untuk pengobatan gonoblenorrhoe dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pengobatan local dan sistemik.

Pengobatan lokal : bertujuan untuk membinasakan kuman-kuman Neisseria gonorrhoeae yang berada di luar sel, dengan pemberian salep-salep atau tetes mata antibiotika (dapat berupa gentamisin tetes atau salep tetrasiklin).

Pengobatan sistemik : dengan pemberian antibiotika secara injeksi / suntik, karena bayi tidak memungkinkan untuk meminum obat. Karena itu, perlu dilakukan perawatan di rumah sakit biar hasil pengobatan lebih optimal.

Lalu bagaimana dengan ibunya?


Cervicitis gonorrhoe

Yang menjadi masalah disini biasanya karena penyakit ini umumnya tidak bergejala dan kalaupu ada, biasanya ringan. Gejala dapat berupa keputihan berwarna kekuningan sampai kehijauan yang agak berbau, kadang-kadang bisa juga berupa nyeri ketika berhubungan, atau nyeri perut bagian bawah.

Untuk menegakkan diagnosanya kurang lebih sama seperti gonoblenorrhoe, hanya saja disini spesimen yang diambil bukan dari kerokan konjungtiva, tetapi dari sekret atau getah dileher rahim dengan bantuan spekulum. Untuk wanita yang belum menikah, dapat dipertimbangkan mengambilnya dari kerokan vagina atau saluran kencing (urethra).

Pengobatan untuk cervicitis gonorrhoe adalah dengan pemberian antibiotika baik diminum ataupun secara injeksi.

Seiring dengan kemajuan teknologi pengobatan dan ditemukannya berbagai macam antibiotika, maka penyakit ini bukanlah sebuah ancaman. Namun hal ini hanya terjadi bila cara pengobatannya sudah tepat. Lantas bagaimana cara pengobatan yang benar ??.

Penyakit tidak bisa hilang sempurna bila yang diobati hanya ibu dan bayinya. Selama sumber penyakitnya masih ada (yaitu suami), ibu ini tidak akan bisa bebas dari kuman. Mungkin setelah di obati ibu akan sembuh dan bebas dari kuman, namun ketika berhubungan lagi dengan suaminya, lagi-lagi ibu ini terpapar oleh kuman gonorrhoe yang dibawa sang suami tercinta.

Untuk itulah pengertian dan toleransi antar suami dan istri sangat diperlukan untuk mengobati penyakit ini secara tuntas. Suami harus berbesar hati dan mau untuk ikut dalam program pengobatan seperti halnya istri dan anaknya. Mungkin diperlukan peran mediator yang bisa memperantarai ini semua, dan disinilah dokter akan berperan untuk menjalankan tugas itu.

FOBIA

Fobia adalah rasa takut yang irrasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh penderita, walaupun diketahuinya bahwa hal itu irrasional adanya. Rasa takut ini dapat mengakibatkan perasaan seperti akan pingsan, lelah, berdebar, berkeringat, mual, gemetar, dan panic. Fobia mungkin begitu keras, sehingga penderita tidak dapat berbuat apa-apa, tidak berani meninggalkan rumah, atau tidak dapat bekerja Adapun fobia itu bermacam-macam, diantaranya :

Agorafobia : Takut terhadap ruang yang luas
Ailurofobia : Takut terhadap kucing
Akrofobia : Takut terhadap tempat yang tinggi
Algofobia : Takut terhadap nyeri / sakit
Astrafobia : Takut terhadap badai, guntur, kilat
Bakteriofobia : Takut terhadap kuman
Eritrofobia : Takut bila mukanya merah
Hematofobia : Takut terhadap darah
Kankerofobia : Takut terhadap kanker
Klaustrofobia : Takut terhadap ruangan yang tertutup
Misofobia : Takut terhadap kotoran
Monofobia : Takut terhadap keadaan sendirian
Niktofobia : Takut terhadap gelap
Okholofobia : Takut terhadap keadaan ramai / banyak orang
Panfobia : Takut terhadap segala sesuatu
Patofobia : Takut terhadap penyakit
Pirofobia : Takut terhadap api
Xenofobia : Takut terhadap orang asing
Zoofobia : Takut terhadap binatang


Minggu, 22 Februari 2009

LEPTOSPIROSIS

PENDAHULUAN

Ini merupakan penyakit lain yang sering muncul dimusim hujan, selain tentunya demam berdarah dengue. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang terutama menyerang tikus. Selain tikus, berbagai jenis hewan lain yang juga dapat terjangkit dan menjadi reservoir, seperti anjing, ikan, dan burung.

Leptospirosis terutama di dapatkan di daerah tropik, lingkungan yang berair, adanya binatang liar / domestik, serta erat kaitannya dengan pekerjaan sebagai petani, petugas kebersihan, maupun militer. Kondisi lingkungan berair, temperatur yang hangat, serta hujan sangat baik untuk penyebaran leptospira. Epidemi dapat terjadi akibat paparan leptospira yang ikut aliran banjir.


BATASAN

Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman leptospira pathogen, dengan manifestasi penyakit dari tanpa gejala sampai berupa penyakit yang fatal.

Sebenarnya terdapat 2 spesies leptospira :

- L. interrogans (Patogen untuk manusia dan hewan)

- L. biflexa (terdapat bebas di alam)


PATOGENESIS

Transmisi terjadi akibat kontak langsung dengan urine, darah, atau jaringan binatang yang terinfeksi. Leptospira masuk ke tubuh melalui luka (lesi kulit), atau melalui mukosa utuh pada konjungtiva, epithel genital (alat kelamin), maupun saluran pencernaan (mis. melalui minuman). Setelah masuk ke tubuh, leptospira beredar ke berbagai organ (Leptospiremia), lalu mengadakan multiplikasi di darah dan jaringan. Kemudian leptospira menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah kecil, lalu terjadi vaskulitis yang di ikuti dengan kebocoran dan ekstravasasi, dan berakhir dengan perdarahan.

Vaskulitis menjadi penyebab utama manifestasi penyakit pada berbagai organ. Kelainan terutama di jumpai pada ginjal dan hati, namun organ lain juga dapat terkena. Di ginjal leptospira bermigrasi ke jaringan interstitial, tubulus dan menyebabkan nefritis interstitial (peradangan jaringan ginjal) dan nekrosis tubuler (kematian jaringan tubulus). Gagal ginjal akut dapat timbul akibat dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler (prerenal), maupun akibat nefritis interstitial (renal). Fungsi dan integritas anatomik glomerulus masih baik.

Di hati, terjadi nekrosis sentilobuler. Infiltrasi pada otot menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi, dan nekrosis fokal myofibril.


GEJALA KLINIS

Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Masa inkubasi berlangsung selama 7-12 hari, disusul fase leptospiremia selama 4-7 hari. Pada fase ini dijumpai gejala mirip flu (Flu Like Syndrome) berupa demam, menggigil, sakit kepala hebat, mual, muntah, nyeri otot (terutama betis, pinggang, atau punggung belakang). Kadang-kadang nyeri tenggorokan dan terdapat gejala paru berupa batuk, nyeri dada, maupun hemoptisis (batuk darah). Kemudian setelah fase ini, pasien masuk kedalam fase bebas / asimptomatik (gejala hilang) selama 2 hari. Lalu kemudian gejala akan muncul kembali, dan penderita masuk ke dalam fase imun, dimana telah timbul antibody, dan leptospira tidak ada di darah tetapi ada di ginjal, urine, dan aqueous humor. Fase ini biasanya berlangsung selama 4-30 hari, dimana gejalanya mirip fase awal, namun biasanya demam tidak setinggi fase awal, juga nyeri otot tak seberat fase pertama.

Pada fase ini dapat dijumpai meningitis, uveitis, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta kelainan di paru-paru.

Terdapat varian leptospirosis yang lebih berat, yang biasanya disebut Weil Syndrome. Gejalanya adalah leptospirosis ditambah ikterus (mata kuning), perdarahan, gangguan jantung, paru, dan neurologik, serta mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Penyebabnya adalah infeksi leptospira serovarian icterohemoragika / copenhagoni. Pada permulaan, penyakit berjalan seperti biasa, namun setelah 4-9 hari timbul ikterus, disfungsi hati dan ginjal, ikterus berwarna kemerahan (rubinic jaundice) dan memberi warna oranye pada kulit, kencing warna gelap, hepatomegali (pembesaran hati), peningkatan bilirubin dan alkali fosfatase, serta peningkatan ringan SGOT dan SGPT. Gangguan fungsi ginjal biasanya berlangsung pada minggu kedua, yang timbul sebagian akibat hipovolemia, dan penurunan perfusi ginjal yang kadang-kadang sampai memerlukan dialisis (cuci darah). Namun bila penyebab sudah teratasi, fungsi ginjal dapat pulih kembali.


PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik, paling sering ditemukan adalah demam, sufusi konjungtiva, dan nyeri otot (terutama betis). Kadang-kadang dijumpai pula tenggorokan merah, limfadenopati, ruam kulit, hepato-splenomegali, maupun urtika.


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat dijumpai peningkatan laju endap darah, leukositosis, dan kadang terdapat anemia ringan. Pemeriksaan lebih lanjut dapat dijumpai adanya trombositopenia. Pada pemeriksaan fungsi hepar, dapat ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, maupun kadar bilirubin yang bervariasi. Sementara pada pemeriksaan fungsi ginjal terdapat peningkatan BUN, kreatinin serum, dan uric acid. Pemeriksaan elektrolit menunjukkan peningkatan kadar kalium dan fosfat. Selain itu didapatkan juga peningkatan kreatinin fosfokinase, yang membedakan dengan hepatitis virus.

Pada pemeriksaan urine, ditemukan kelainan sedimen (eritrosit, leukosit, granular cast), hemoglobinuria, hyalin cast dan proteinuria ringan.


PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pada kasus-kasus berat, kadang perlu dilakukan foto dada untuk mencari adanya tanda-tanda effusi pleura maupun edema paru.


DIAGNOSIS

Leptospirosis memberi gejala yang kurang lebih kharakteristik, yaitu demam tinggi, nyeri otot, mata merah, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan tanda-tanda perdarahan.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :


Isolasi leptospira dari spesimen klinik (darah, urine, cairan serebrospinal)

Leptospira dapat diisolasi dari darah dan atau cairan serebrospinalis dalam 10 hari pertama, dan dari urine, beberapa minggu sejak 1 minggu permulaan penyakit.


Uji serologis

serokonversi atau kenaikan titer antibody 4 kali, pada pemeriksaan Microscopic Agglutination Test (MAT). Antibodi biasanya baru terdeteksi pada minggu kedua sakit. Pemeriksaan lain adalah dengan tekhnik ELIZA dan Indirrect Hemagglutination Test.

Untuk menemukan leptospira, dapat dilakukan pemeriksaan dengan dark field microscop dari bahan darah, atau urine. Namun pemeriksaan ini sering menyebabkan misdiagnosis dan tidak dianjurkan.


PENGOBATAN

Leptospirosis perlu diobati sedini mungkin. Untuk pengobatan leptospirosis dibedakan atas derajat berat-ringannya penyakit, karena itu perlu bagi setiap orang untuk menjalani pengobatan di RS. Tindakan khusus diperlukan bila ada gagal ginjal atau gagal napas. Pengobatan simptomatis ditujukan untuk demam dan nyeri.

Dialisis perlu dipertimbangkan bila dijumpai salah satu keadaan sbb :

- Hiperkalemia yang intractable (K > 6,5 mmol/L)

- Asidosis yang sulit dikoreksi

- Edema paru

- Ensefalopati uremik

- Pericarditis uremik

- Oliguria (produksi urine <> 100 mg/dl).


PENCEGAHAN

- Perlu penyebarluasan informasi kemungkinan terpaparnya leptospira pada pekerjaan atau rekreasi.

- Pengendalian rhodent (tikus)

- Vaksinasi hewan


PROGNOSIS

Pada umumnya baik. Kematian memang tinggi pada pasien berusia tua dan bila muncul sindroma weil.

DBD (Demam Berdarah Dengue)

PENDAHULUAN
Berhubung sekarang lagi musim hujan, saya coba mengangkat topik tentang salah satu penyakit yang biasanya menjadi momok yang menakutkan bila musim hujan tiba, yaitu demam berdarah, atau dalam istilah medis biasanya disebut demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Untuk lebih jelasnya akan saya bahas satu persatu.

BATASAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue, ditandai oleh adanya manifestasi perdarahan dan tendnsi untuk terjadinya Dengue Syok Syndrome (DSS) dan kematian.

ETIOLOGI
Virus dengue termasuk ARBO virus grup B. Dikenal 4 serotipe virus Dengua, yaitu Virus Den 1, Den 2, Den 3, dan Den 4. Keempat serotipe virus tersebut ada di Indonesia.
VEKTOR
Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopticus. Kedua jenis nyamuk tersebut ada di Indonesia.

PATOFISIOLOGI
Banyak dianut teori infeksi sekunder, dimana adanya re-infeksi dari virus Dengue serotipe yang berlainan akan menimbulkan terjadinya reaksi anamnestik antibodi, sehingga terdapat kompleks antigen antibodi dengan konsentrasi tinggi. Hal ini maksudnya adalah pada infeksi pertama, anda hanya akan menderita gejala yang lebih ringan dan jarang terjadi komplikasi, dimana keadaan ini biasa disebut sebagai dengue fever (DF). Pada infeksi kedua, dari virus dengue yang serotipenya berbeda dari infeksi pertama, akan menyebabkan penderita jatuh pada keadaan yang lebih berat dengan berbagai komplikasi dan angka mortalitas yang tinggi.

Terdapatnya kompleks Ag-Ab dalam sirkulasi darah akan mengakibatkan :
  • aktivasi komplemen (terutama C3 dan C5) --> melepaskan anafilatoksin --> peningkatan permeabilitas vaskuler --> kebocoran plasma, protein dan elektrolit --> vol. darah turun & syok
  • agregasi trombosit yang melepaskan ADP
  • aktivasi faktor XII (Hageman factor)
Keadaan lain seperti panas tinggi, muntah-2, dan kurang nafsu makan akan menyebabkan dehidrasi dan memperberat hipovolemia dan syok --> anoksia jaringan, DIC dan kematian.
Pada DHF terdapat keadaan vaskulopati, trombopati, koagulopati, trombopenia, dan konsumsi fibrinogen yang berlebihan dengan tanda-2 DIC.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis bervariasi dari ringan sampai berat yang disertai dengan syok, dan keadaan yang lebih berat dan lanjut, yang berakhir dengan kematian. Gejalanya antara lain :

Febris / Demam
Pada umumnya timbul mendadak, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, kemudian turun secara drastis (Sadle Back Fever). Dapat disertai anoreksia, mual, muntah, nyeri epigastrium, diare, konjungtivitis.

Perdarahan
Dapat berupa perdarahan kulit atau mukosa. Bentuk perdarahan : torniquet test (+), perdarahan spontan : petechiae, echimosis, perdarahan gusi, hematemesis & melena, kadang-2 hematuria.

Hepatomegali / Pembesaran hati
Umumnya hepatomegali dengan nyeri tekan, tanpa ikterus. Hepatomegali tidak sesuai dengan beratnya penyakit.

Gangguan sirkulasi

LABORATORIUM
  1. Hb : meningkat sesuai dengan peningkatan hematokrit
  2. Hemokonsentrasi : bila terjadi peningkatan PCV >20% dari PCV sebelumnya, selama observasi, maka perlu pemeriksaan serial PCV bila perlu tiap 6 jam.
  3. Leukosit : Pada awal penyakit didapatkan lekopeni, sedangakan dalam keadaan syok lekositosis
  4. Trombosit : Trombositopenia umumnya dimulai pada hari ketiga, dan normal kembali pada hari kedelapan
  5. Faktor pembekuan : pada kasus yang berat dan syok didapatkan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan XII.
  6. Masa perdarahan memanjang, sedangkan masa pembekuan normal
  7. Kimia darah : hipoproteinemia, hiponatremia, dan hipokloremia. Transaminase dapat meningkat, demikian juga ureum dan pH darah.
  8. Virologi : bahan yang dieriksa adalah darah dan jaringan
  9. Serologi : Titer antibodi penderita diukur dengan cara Hemaglutination test (Hemoaglutination Inhibition Test) atau dengan Complement Fixation Test (CFT). Dibutuhkan sedikitnya dua kali pemeriksaan dengan pengambilan bahan pertama saat penderita masuk, kedua saat penderita pulang. Diambil darah vena 2-5 cc dengan kertas filter khusus. Infeksi primer : bila titer masa akut 1:20, dan titer ini naik 4 kali atau lebih pada masa konvalesen, tetapi tidak melebihi 1:2560. Infeksi sekunder : bila titer masa akut 1:20, naik menjadi 1:2560 atau lebih.

DIAGNOSIS
Kriteria WHO (1986) (Prof.Eddy S, PKBXIII)
Kriteria klinis :
  • Demam akut mendadak tinggi, terus-menerus (siang-malam), umumnya berlangsung antara 2-7 hari
  • Menifestasi perdarahan (minimal tes tornikuet) positif, dapat pula berupa petekie, epitaksis, mimisen, perdarahan gusi, hematemesis-melena
  • Hepatomegali, lunak, nyeri tekan
  • Syok : nadi cepat & lemah, pulse pressure/tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi, kulit lembab-dingi, penderita gelisah
Kriteria laboratorium :
  • Trombositopenia <>
  • Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat + 20% dari nilai dasar)

Pembagian beratnya penyakit :
Grade I :
Demam tidak spesifik, trombositopenia dengan tes tornikuet positif

Grade II :
Manifestasi grade I dan perdarahan spontan pada kulit / mukosa

Grade III :
Hipotensi, kulit basah, dingin, gelisah, atau kegagalan sirkulasi darah yang ditandai dengan nadi yang cepat, lemah, dan tekanan darah menyempit (20mmHg atau kurang).

Grade IV :
Syok berat

DSS : grade III & IV (DSS = Dengue Shock Syndrome)

PENYULIT : DIC dan Ensefalopati

PENATALAKSANAAN
Sebenarnya penatalaksanaan penyakit ini tidaklah sulit, selama pasien dibawa ke rumah sakit pada saat yang tepat. Seringkali pasien dibawa dalam keadaan yang sudah mengalami komplikasi, sehingga penatalaksanaannya menjadi sulit dan angka mortalitasnya jadi tinggi. Jadi bila memang ada anak atau keluarga anda yang mengalami demam selama lebih dari 2 hari, yang tidak juga membaik dengan pemberian obat penurun panas, maka ini adalah indikasi untuk segera memeriksakannya ke unit pelayanan kesehatan terdekat.
Sebenarnya prinsip penanganannya hanyalah bersifat suportif dengan pemberian cairan pengganti (volume replacement), yang akan disesuaikan dengan gradasi beratnya penyakit. Penanganan akan menjadi rumit bila ada tanda-tanda komplikasi pada penderita.

DBD ringan-sedang (derajat I-II) : defisit cairan + 3-5% Infus cairan elektrolit dengan dosis permulaan 5 ml/kg/jam, dilakukan sampai 12-24 jam setelah tanda-2 vital dan nllai trombosit serta hematokritnya normal kembali.

DBD sedang-berat ( derajat II-III) : defisit cairan 6-10% Infus elektrolit, dosis permulaan 7 ml/kg/jam Evaluasi tiap 2-3 jam : membaik IVFD dikurangi bertahap masing-masing 2 ml/kg/jam tiap tahap, IVFD dihentikan bila defisit selama 24-48 jam setelah teratasi

DBD berat (derajat IV = DSS) : defisit cairan > 10%
IVFD dosis awal 10-20 ml/kg/jam, bolus (digrojok)
Bila membaik cairan disesuaikan (dikurangi) secara bertahap berdasarkan evaluasi tiap 1-2 jam

Bila syok membangkang: perhatikan hematokrit :
  • Hematokrit turun, kemungkinan terjadi perdarahana internal --> beri transfusi darah segar, bila terjadi perdarahan hebat (DIC) : disamping darah segar dapat diberikan FFP
  • Hematokrit meningkat : kebocoran plasma masih berlangsung --> beri cairan koloid (dextran, plasma atau albumin 5%)
Beri oksigen cukup dan hati-hati terjadi gejala edema paru atau gagal jantung akut, akibat kembalinya cairan ekstravaskuler kedalam pembuluh darah (biasanya 1-2 hari setelah syok teratasi).


CARA PEMBERIAN ADS (ANTI DIPTHERIA SERUM)

Ada 2 mekanisme pemberian ADS, yaitu secara drip dan bedreska. Untuk menentukan mekanisme mana yang dipakai, dapat dilihat urutan-urutan sbb :
  1. 0,05cc ADS murni dioplos menjadi 1cc
  2. Masukkan 0,05cc secara intrakutan
  3. Tunggu 15 menit, lalu lihat hasilnya
  • Bila indurasi > 1 cm = positif-->Bedreska
  • Bila indurasi < cm =" negatif--">Drip

ADS Secara Drip
ADS semua dosis dicampur dextrose 5%, ¼ saline, atau ½ saline, sebanyak 200cc, Lalu diberikan secara drip selama 2-3 jam.
(Observasi vital sign; bila terjadi reaksi alergi, tetesan dipelankan s/d ADS habis, jangan dihentikan !)


ADS Secara Bedreska
  • 0,05cc ADS murni dioplos menjadi 1cc, lalu berikan secara subkutan.
  • 0,1cc ADS murni dioplos menjadi 1cc, lalu berikan secara subkutan.
  • 0,2cc ADS murni berikan secara subkutan (jangan dioplos !).
  • 0,5cc ADS murni berikan secara intramuscular.
  • 1cc ADS murni berikan secara intramuscular.
  • 2cc ADS murni berikan secara intramuscular.
  • 4cc ADS murni berikan secara intramuscular.
  • Berikan terus sebanyak 4cc intramuscular, sampai habis sesuai dosis.
  • Interval pemberian adalah 15-20 menit.
  • Observasi vital sign selama pemberian.
  • Bila terjadi reaksi alergi, segera hentikan pemberian ADS, dan beri adrenaline 0,1cc subkutan.

Mengingat dulu ketika masih menjalani koas saya pernah kebingungan untuk memberikan ADS secara bedreska, maka saya mencoba untuk berbagai informasi kepada teman sejawat sekalian yang mungkin lupa atau tidak tahu bagaimana sih cara pemberian ADS yang benar, dan semoga ini bisa bermanfaat untuk kita semua.